Politisasi
Wabah Korona
Oleh : Marthon Ringgi (Mahasiswa Undana, Prodi Sosiologi)
Awal tahun 2020
masyarakat public dari belahan dunia diramaikan dengan virus menular yaitu Virus Corona atau Covid-19. COVID-19
pertama kali ditemukan di Kota Wuhan China, yang penyebarannya sangat cepat dan
telah merenggung banyak nyawa.
Penyebarannya sangat
cepat dan tak dapat diperediksi kapan virus ini tamat, didasari dari kasus
virus ini terus meningkat diberapa Negara yang suda tertular.
Bahkan organisasi
kesehatan duniapun, World Health Organization (WHO) angkat bicara dan
menetapkan virus ini sebagai pandemic
global yang artinya bahwa penulararanya dan ancaman akan virus ini telah
melmapui dari kata batas antar negara. Kewaspadaan dari berbagai Negara dan
masyarakat pun meningghkat dan diperketat oleh pemerintah setempat.
Rasa kuatir dan cemas
pun dirasakan masyarakat internasional
dan tentunya dirasakan oleh masyarakat Indonesia sendiri. Apalagi dari
hari ke hari kasus Covid-19 ini terus meningkat dimana hingga 18 maret 2020 sudah ‘’227 kasus positif virus
corona, 19 diantaranya meninggal dunia, 11 diantaranya dinyatakan sembuh” [1]
Dengan adanya
informasi menyenai kasus – kasu positif virus corona di Indonesia, menjadi hal
yang public tahu mengenai virus ini dari penyebarannya hingga ke di yang
terjangkit di Indonesia, soalnya daerah atau lokasi penyebarannya dinggap perlu diberitahu hingga
masyakat pada umumnya dapat berpatisipasi dan waspada akan penularan virus ini.
Namun sepertinya
pemerintah dan tenaga medis di Indonesia tidak mudah untuk menuruti keinginan
ini. Menurut secretariat Jenderal Pencegahandan pengendalian Penyakit
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Achmad Yurianto menyebutkan untuk tidak
mempuliksikan lokasi dimana penyebaran virus corona tidak perbu untuk
dipubilkasikan oleh pihak berwenang karena dampaknya dapat menimbulkan kepanikan,
kepanikan dan hoax yang bermacam – macam.
"Karena
responsnya macam-macam, responsnya sangat beragam dari belumnya pemahaman yang
sama, di antara kita. Tidak mudah untuk menyamakan masyarakat kita dengan
Singapura. Tetapi bukan berarti tracking itu diem-dieman," [2]
Keengganan pemerintah
untuk membuka data lokasi penyebaran Covid-19 ini tentunya tak terhindar dari
beberapa kritik. Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Arief Poyuono misalnya,
menilai bahwa pemerintah telah melanggar Undang-Undang (UU) No. 36 Tahun 2009
tentang Kesehatan – tepatnya Pasal 154.
“Sebelumnya, Wakil
Ketua Umum Partai Gerindra Arif Poyuono menyebut pemerintah telah melanggar
Undang-undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan karena tak mengumumkan
daerah sumber penularan virus corona.
"Pemerintah
melanggar aturannya sendiri, UU Kesehatan, seharusnya pemerintah terbuka sejak
awal, termasuk daerah mana, siapa yang terkena, agar warga yang lain
terlindungi. Siapkan langkah preventif," ujar Poyuono kepada
CNNIndonesia.com, Kamis (12/3).
Ketentuan ini tertuang
dalam Pasal 154 UU Kesehatan yang menyebut "Pemerintah secara berkala
menetapkan dan mengumumkan jenis dan persebaran penyakit yang berpotensi
menular dan/atau menyebar dalam waktu yang singkat, serta menyebutkan daerah
yang dapat menjadi sumber penularan." [3]
Di lain pihak,
Pemerintah pusat juga dinilai bahwa cenderung membatasi langkah – langkah
pemerintah daerah untuk menangani virus corona ini, menurut Menteri Koordinator
Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menyatakan
pemerinah daerah tidak dianjurkan untuk berbicara menyenai Covid-19 ini karena
akan berdampak pada langkah – langkah penangan yang dianggap berpusat pada
Kementerian kesehatan.
"Pemerintah
jangan terlalu mendramatisir terutama pemerintah daerah. Seperti di Cianjur,
ternyata tidak ada," [4]
Perlunya bebrapa upaya
sehingga penangan Virus Corona atau Covid19 sehingga tidak menimbulakn
pertanyaan bagi pemerintah, yaitu apak pemerintah daerah serta masyarakatnya
tidak berhak untuk memperoleh dan membicaran informasi mengenai virus corona
atau covid-19 ini? Lalu bagaimana dinamaminak politik yang dimainkan serta
perebutan penangan virus corona ini?
Apakah Informasi
diberikan jadi Berpusat pada pemerintah Pusat?
Boleh dikatakna bahwa
pemerintah pusat berusaha untuk memberiraikan infomasi yang satuh arah atau
infromasi yang memusap pada Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Hal dapat
membuat informasi menjadi terbatas untuk diketahu oleh masyakat umum dan
penangan virus ini semakin payah dan kasu yang terus meningkat
Jika berpedoman pada
Uundang – undang Kesehatan yang sepat dikutif oleh Arief Poyono, pemerintahseharusnya
mempubilaksikan daerah –daerh atau lokasi dimana menjadisumber penularan virus
corona ini. Selain itu juga, Undan – undang pasal 154 memberikan keweanangan
pada pemerintah daerah untuk melakukna tindakan dengan hal serupa.
Selain UU Kesehatan,
kewenangan pemerintah daerah dalam bidang kesehatan juga diatur dalam ‘’UU No.
32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah. Dalam Pasal 13’’[5] , disebutkan bahwa
penanganan bidang kesehatan termasuk dalam urusan wajib yang menjadi kewenangan
pemerintah daerah.
Dengan adanya undang –
uang kesehatan dan undang – undan pemerintah daerah sebagi landasan fakta,
boleh dikatakan bahwa penangan virus corona ini tidak seharusnya eksklutif dan
berada pada kendali pemerintah pusat.
Hal ini menimbulakn
pertanyaan, kenapa pemerintah pusat spertinya berusaha untuk memusatkan
penangan virus corona ini? Lalu bagaimana hl ini dapat dipahami dari pandangan
politik?
Iplikasi Politik dapat
dimengerti adalah andanya pemusatan pengetahuan terhadap kekuasaan yang dapat
diamati memalui fakta yang terjadi dalam penangan virus corona ini.
Kebencian dan Tujuan
Politik
“Kebencian terhadap kelompok lain
melayani segudang tujuan politik, termasuk kekuatan konsolidasi, membuat klaim,
menangkis kesalahan, dan membenarkan kepentingan pribadi seorang pemimpin
(Levin dan Rabrenovic 2004). Kekuasaan dikonsolidasikan ketika para pemimpin
menyingkirkan saingan politik dari lingkaran dalam merekaatau kelompok
penantang. Terkadang kelompok-kelompok nasionalis menggunakan ide-ide
budaya keunggulan untuk bersatu anggota kelompok etnis di belakang mereka untuk
mengklaim wilayah (mis., tahun 1938 pencaplokan Hitler atas Sudetenland)” [6] atau
Hatred of other groups serves a myriad of political purposes,
including consolidating power, claims-making, deflecting blame, and justifying
a leader’s self-interest (Levin and Rabrenovic 2004). Power is consolidated
when leaders eliminate political rivals from either their inner circle or a
challenger group. Sometimes nationalistic groups use cultural ideas of
superiority to rally members of an ethnic group behind them to claim
territories (e.g., Hitler’s 1938 annexation of the Sudetenland) (Buku : Power,
Politics, and Society An Introduction to Political Sociology - Dobratz ,
Waldner & Buzzell, Hal. 304) [6]
Jika
kaitkan dengan densakan untuk melakukan Lockdown untuk mnegurangi penularan
virus Covid-19 ini, Presiden Jokowi berada pada posisi tekanan besar dari
berbagai pihak yang menyerangnya. Mungkin tekanan ini yang paling berat
sepanjang pemerintahannya.
Semuanya
bermula dari yang pro atau pendukung Jokowi kemudian saat saat ini berbalik
arah untuk menyerang Jokowi mungkin tujuannya baik yaitu menyelamatkan banyak
orang dengan melakukan lockdown namun mereka tidak memikirkan kondisi Bangsa
Indonesia yang dari ribuan pulau, suku bangsa, sertta jutaan nasib rakyat
ketika dilakukan lock down.
Kritikan
dari berbagai pihak yang menyesalkan kenapa Jokowi tidak melakukan Lock Down
yang jelas mulai bertebaran dimana – mana kala ditelusuri yang ornag yang
mendesak Jokowi adalah mereka yang itu – itu juga selalu menyerang Jokowi.
Demokrat
Desak Jokowi Terapkan Indonesia 'Lockdown : "Saya mengimbau, mendorong,
dan mendukung pemerintah untuk wajib melakukan lockdown secara nasional segera
mungkin, yang mana lockdown dapat dimulai di tiga pintu gerbang utama
Indonesia," [7]
Padahal
dibalik desakan melakukan lock down kemungkinan tujuannya ada sejumlah
kepentingan untuk menggulingkan Jokowi dari korsi Kepresidenannya.
Kemudian
ada pertanyaan kenapa jokowi tidak bisa melakukan lockdown? Ya jawabannya
Indonesia tidak sma dengan Amrika, China, Singapura dan Negara lain yang mana
Negara 1 daratan kepulauan.
Sedangkan
Indonesia terdiri dari 17 ribu pulau lebih, dengan 5 pulau besar yaiutu,
Kalimantan,Sulawesi, Jawa, dan IrianJaya. Selain itu ada bali sebagai dstinasi
wisata dunia. Pulau – pulau Indonesia dipisahkan oleh lautan dengan kekayaan
yang melimpa ruah. Setiap pulau memiliki pola hidup tersendiri sehingga Jokowi
tidak melakukan lock down, Karen aklaau
dilakukan lock down semua pulau terinfeksi maupun yang belum terinfeksi virus
corona akan menanggung akibat yang sangat besaar.
Selain
itu sebagian besar masyarakat Indonesia meruapakn kelangan ekonomi menengah ke
bawah, dengan berbagai profsi pekerjaaan mulai penjual dipasra teradisional di
dsa- desa, para petani peternak membutuhkan alat tranportasi untuk mngangkut
hasil kebunnya kepasar dengan tujuan mencari nafka. Kalau saja Jokowi melakukan
lock down mungkin mereka masih bisa makan dalam kurun waktu 1 atau dua minggu, namun setelah itu apa yang akan
terjadi, mungkin sja stok makann habis, penyakit lain – lain mungkin saja
tambah banyak. Apakha ini tidak membuat Negara semaki kacau, kios – kios kecil
hingga toko – tko besar mulai kehabisan stok makannan. Apa yang terjadi,
kelaparan melanda, kecacaun makin, pencurian semakin meninggkat, dan saat itu
aka ada pihat melakukan demo besar – besaran untuk menggulingkan Jokowi.
Mungkin
sekarang sekarang kita katakana tidak mungkin hal ini terjadi, yang waras
menjadi tidak waras dan begitu sebalikanya. Ajakan demo, ajakan penjarahan akan
bertebaran dimana – mana. Karena inilah tujuan agar timbul kekacauan, kerusuha,
penjarah toko toko, pemerkosaan dan lain –lain. Klaau ini suah terjadi kita
tinggal tunggu saja akan demo besar – besaran, demo berjilid – jilid untuk
inila, itulah, dan tujuan utuamanya ialah menggulingkan Jokowi. Ketika Jokowi berhasil digulingkan yang pasti
penggantinya adala kalangan mereka sendiri. Sundah ini suda pasti tetjadi maka
masa depna Indonesia lenih berhaya dari Viru Corona.
Seperti
PT. Freeport akan diambil kelmabali oleh jongos kapitalisme, mungkin saja
Petral (Pertamina Energy Trading Limited) kembali aktif, smeua uang rakyat
tidak akan kembali lagi ke rakyat. Masalah Intoleransi aka semakin meningkat
dan dijadikan aturan baku.
Hal
inilah yang menyababkan Jokowi tidak mengambil langkah lock down di Indonesia,
sebab Jokowi masih memikirkab bangsanya, masi memikirkan rakyatnya, dan Saya
mewakili suara Rakyat Indonesia “Terima kasih Pak Jokowi dan Kami Rakyatnya
bersama melawan Corona maupu Virus Kadrun”.
Rekomendasi
dari saya, sebaiknya melakukan karantina atau isolasi daerah atau wilayah atau
provinsi yang yang kasus posistif Covid-19 nya tinggi bukan melakukan lockdown.
Kutipan
Buku
: Power, Politics, and Society An Introduction to Political Sociology -
Dobratz , Waldner & Buzzell, Hal. 304)[6]
No comments:
Post a Comment