MAKALAH
GAMBAR DAN RUPAH ALLAH
NAMA : -
NIM : -
KELAS : -
PRODI : -
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU
POLITIK
UNIVERSITAS NUSA CENDANA
K U P A N G
2
0 1 8
KATA PENGANTAR
Segala Puji dan Syukur, Saya panjatkan Kehadirat
Tuhan Yang Kuasa, atas berkat dan anugerah-Nya, sehingga Saya dapat
menyelesaikan penulisan Makalah dengan judul ”MANUSIA GAMBAR DAN RUPAH ALLAH”.
Saya menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih
terbatas dan jauh dari kata sempurna, hal ini disebabkan keterbatsan
pengetahuan, pengalaman, dan waktu yang dimiliki. Namun demikian Saya telah
berusaha dan bekerja keras supaya Makalah
ini bermanfaat bagi penulis, dan bagi pembaca sekalian untuk menjadi
orang Kristen yang taat Kepada Allah dan FirmanNya Tuhan.
Kupang,
22 Februari 2018
Penyusun
DAFTAR ISI
KOVER I
KATA
PENGANTAR II
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1.
LATAR BELAKANG 1
1.2.
TUJUAN PENULISAN 1
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1.
GAMBAR ALLAH MENURUT PENCIPTAAN MANUSIA BERDASARKAN KEJADIAN 1:26-28 2
2.2.
MAKNA GAMBAR DAN RUPA DALAM KEJADIAN 1:26-28 2
2.3.
GAMBAR ALLAH MENYATAKAN KEPRIBADIAN 6
BAB
III
PENUTUP
3.1.
KESIMPULAN 7
DAFTAR
PUSTAKA 8
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Pemahaman tentang penciptaan manusia menurut
gambar dan rupa Allah adalah hal yang penting, karena berdasarkan pemahaman
tersebut, manusia akan menempatkan diri secara benar sebagai makhluk yang
diciptakan dan akan menghormati Penciptanya sebagai Oknum yang berkuasa penuh
di dalam hidupnya. Kesalahan pengertian terhadap konsep penciptaan
manusia, maka manusia akan menjadikan dirinya sebagai allah terhadap dirinya
sendiri dan segala sesuatu yang berada di sekitarnya.
Penciptaan
manusia dalam kitab Kejadian pasal 1 bahwa Allah menciptakan manusia seturut
gambar dan rupa Allah menjadikan manusia berbeda dengan ciptaan lainnya yang
ada di taman Eden. Allah memiliki tujuan menciptakan manusia dan tujuan itu
sudah diketahui oleh banyak orang. Namun alangkah baiknya apabila kebenaran itu
diungkap dari Alkitab sendiri dalam hal ini Kitab Kejadian 1:26-28 tentang
gambar dan rupa Allah. Adapun judul penulisan Makalah ini adalah “Manusia Menurut Gambar dan Rupa
Allah.”
1.2.
Tujuan Penulisan
Tujuan
penulisan ini diharapkan dapat memberikan makna gambar Allah dalam penciptaan
manusia, tujuan penciptaan manusia dan implikasi teologis gambar Allah
berdasarkan Kejadian 1:26-28. Penulisan inimembeatsi teks hanya pada konteks
Kejadian 1:26-28 dan peristiwa manusia belum jatuh ke dalam dosa. Penulisan ini
mengusahakan pendekatan biblical research dan didukung dengan
buku-buku yang berhubungan dengan judul tersebut diatas.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1.
Gambar Allah Menurut Penciptaan Manusia
Berdasarkan Kejadian 1:26-28
1. Asal
Mula Manusia
Sebagai
seorang Kristen harus mempercayai bahwa di dalam penciptaan manusia ada
keterlibatan Allah. Di dalam kejadian 1:26 “Berfirmanlah Allah: “Baiklah
Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita,
kata menjadikan dalam ayat tersebut berasal dari bahasa Ibrani השׂע
‘asah yang berarti “menjadikan” atau “membuat” dengan memakai bahan.[1] Kata
tersebut berbicara mengenai tubuh manusia yang diciptakan oleh Allah dengan
menggunakan bahan yaitu debu tanah, “ketika itulah TUHAN Allah membentuk
manusia itu dari debu tanah” (Kej. 2:7a) dan kata ארב bara’ yang berarti
“menciptakan” dengan tidak memakai bahan,[2]
kata tersebut mengacu kepada jiwa manusia yang diciptakan Allah tanpa memakai
bahan melainkan Allah langsung menghembuskan nafas hidup ke dalam hidungnya;
demikianlah manusia itu menjadi makhluk yang hidup (Kej. 2:7b). kata berikut
ialah yatsar yang berarti “membentuk”, bukan bertumbuh dan
bertambah-tambah (Kej. 2:7).[3] Jadi
dari ketiga kata tersebut dapat disimpulkan bahwa teori evolusi yang mengatakan
“suatu jenis berkembang dan berubah sampai menjadi jenis baru yang lebih tinggi
tingkatannya”,[4] hal
itu merupakan kekeliruan karena Allah sendiri yang telah menciptakan manusia
secara langsung baik dengan menggunakan bahan maupun tanpa menggunakan bahan.
“Cerita Kitab Kejadian tentang penciptaan memberikan kepada manusia tempat
mulia dalam alam semesta. Penciptaan manusia tidak hanya merupakan penutup dari
segenap karya ciptaan Allah, tapi dalam penciptaan manusia itu sendiri
terkandung penggenapan dan makna dari seluruh pekerjaan Allah pada kelima hari
lainnya. Manusia diperintahkan memenuhi bumi dan menaklukkannya, dan manusia
berkuasa atas semua makhluk.”[5] Teori
evolusi dan teori penciptaan merupakan teori yang paling sering dibicarakan dan
dipertentangkan. Untuk mengetahui kebenaran yang asli harus kembali kepada
kebenaran Alkitab secara menyeluruh bukan setengah-setengah.
2.2.
Makna Gambar dan Rupa dalam Kejadian 1:26-28
Kata tselem juga
berarti sia-sia (vain), empty (kosong), image (gambar, patung, kesan, ember-bayang),
likeness (persamaan). Pengertian dasar dari
kata tselem adalah to shade(melindungi, membayangi, menaungi).
Dalam budaya Timur Tengah, tselem digunakan untuk menyatakan suatu
bentuk pemberhalaan terhadap suatu bentuk gambar atau patung. Suatu ember
yang represntatif untuk diberhalakan.
Penggunaan tselem dalam
PL menjelaskan tentang gambar dalam konsep penciptaan (Kej. 1:26, 27; 9:6),
gambar dalam konsep yang dilahirkan manusia (Kej. 5:3), penekanan tentang siapa
yang membuhuh manusia, darahnya akan tertumpah sebab Allah membuat manusia
menurut gambar-Nya (Kej. 9:5), patung-patung tuangan yang menjadi berhala (Bil.
33:52), gambar binatang yang diberhala (I Sam. 6:5, 11), patung-patung sembahan
(II Raja 11:18; II Taw. 23:17; Yeh. 7:20; 16:17; Amos 5:26), gambar orang (Yeh.
23:14), hidup manusia yang hampa (Mzr. 39:7). Penggunaan demut dalam
PL menjelaskan tentang rupa dalam konsep ciptaan (Kej. 1:26; 5:1), rupa dalam
konsep keturunan yang dihasilkan manusia (Kej. 5:3), bagan (II Raja 16:10),
gambar yang mirip dengan asli, kiasan (II Taw. 4:3), penyerupaan yang
menyatakan kiasan (Mzr. 58:5), seperti yang menyatakan penggambaran (Yes.
13:4), serupa yang menyatakan perbandingan yang tidak sama (Yes. 40:18),
menyerupai yang menyatakan kemiripan, atau nampaknya/seperti (Yeh. 1:5, 10, 13,
16, 22, 26; 8:2; 10:1, 10, 23:15; Dan. 10:18), berbentuk seperti (Yeh. 10:21).
Manusia
pada dasarnya adalah makhluk ciptaan Allah yang paling ember, karena Allah
menciptakan manusia secara langsung, Allah membentuk manusia itu dengan memakai
tangan Allah sendiri (Kej.2:7) “ketika itulah TUHAN Allah membentuk manusia itu
dari debu tanah dan menghembuskan nafas hidup ke dalam hidungnya; demikianlah manusia
itu menjadi makhluk yang hidup.” Tidak sama halnya dengan penciptaan makhluk
lainnya, Allah menciptakan makhluk lainnya hanya dengan berfirman tanpa Allah
membentuk langsung.
Allah
juga memberikan kuasa kepada manusia atas mahkluk ciptaan yang lain (Kej.
1:26,28), ini juga merupakan salah satu bukti bahwa manusia itu berbeda dari
makhluk ciptaan yang lainnya. Hal yang paling membedakan manusia dengan makhluk
ciptaan yang lainnya ialah manusia diciptakan menurut gambar dan rupa Allah.
“Di dalam bahasa Ibrani tidak ada kata sambung di antara kedua ungkapan
tersebut; teks Ibrani hanya berbunyi “marilah Kita menjadikan manusia menurut
gambar rupa Kita.” Baik Septuaginta[6] maupun
Vulgata[7] memasukkan
katadan sehingga beri kesan bahwa “gambar” dan “rupa” mengacu kepada dua
hal yang berbeda.”[8]Pada
kenyataannya kedua kata tersebut tidak memiliki perbedaan yang begitu jauh
melainkan kedua kata tersebut memiliki makna yang hampir sama, keduanya saling
melengkapi satu sama lainnya. Terbukti kata tersebut dipakai bergantian di
dalam penggambaran penciptaan manusia di dalam Kej. 1:27 memakai kata gambar
“Maka Allah menciptakan manusia itu menurut gambar-Nya, menurut gambar Allah
diciptakan-Nya,”sedangkan di dalam Kej. 5:1 di gunakan kata rupa, “dibuatNyalah
dia menurut rupa Allah.” Di dalam Kej. 1:26 dan Kej. 5:3 mengandung kedua kata
tersebut tetapi dengan urutan yang berbeda, ada yang kata gambar yang terlebih
dahulu dan ada pula kata rupa yang terlebih dahulu.
Kata
Ibrani untuk gambar ialah םלצ tselem yang diturunkan dari akar kata
yang bermakna “mengukir” atau “memotong.” Maka kata ini bisa dipakai untuk
mendeskripsikan ukiran berbentuk binatang atau manusia. Ketika diaplikasikan
pada penciptaan manusia dalam Kejadian 1, katatselem ini mengindikasikan
bahwa manusia menggambarkan Allah, artinya manusia merupakan suatu representasi
Allah. Kata Ibrani untuk rupa ialah תומד damuwth yang bermakna
“menyerupai”. Jadi, orang bisa berkata bahwa kata damuwth di Kejadian
1 mengidentifikasikanbahwa gambar tersebut juga merupakan keserupaan, “gambar
yang menyerupai Kita.” Kedua kata itu ember tahu kita bahwa bahwa manusia
mempresentasikan Allah dan menyerupai Dia dalam hal-hal tertentu.”[9]
1. Hakikat
Manusia
Salah
satu keserupaan manusia dengan Allah ialah manusia diberi kekuasaan oleh Allah
atas binatang dan atas seluruh bumi ini merupakan aspek dari gambar Allah.
Maksud Allah memberikan kekuasaan kepada manusia agar manusia menjadi serupa
dengan Allah, dalam hal memiliki kekuasaan atas bumi. Yang membedakan manusia
dan Allah ialah manusia berkuasa atas segala makhluk ciptaan Allah yang di bumi
karena diberi kuasa oleh Allah sedangkan Allah adalah pemilik kekuasaan
tertinggi atas segala makhluk di bumi karena Dia adalah sang pencipta. Jadi
pada hakikatnya manusia merupakan cerminan dari beberapa sifat Allah.
Ada
dua tahapan dalam penciptaan manusia, Allah membentuk manusia dari debu tanah
dan menghembuskan napas hidup agar menjadi makhluk hidup (Kej. 2:7), yang
hasilnya adalah tunggal, yaitu manusia yang berupa satu kesatuan. Tanah
adalah bahan kebendaan dan napas Allah yang ember hidup. Unsur kebendaan
menghasilkan saluran darah, otak, otot dan sebagainya. Unsur bukan
kebendaan menghasilkan jiwa, roh, hati nurani, kemauan, kesadaran, dan
sebagainya. Tanpa kesatuan dari kedua hal tersebut, masing-masing tidak
dapat berfungsi.[10]
Manusia
diciptakan dari materi (debu tanah) dan non-materi (napas hidup dari Allah)
yang menjadi satu kesatuan. Kematian memisahkan badan dari roh (Yak.
2:26). Ibrani 4:12, “Firman tidak memisahkan jiwa dari roh tetapi
firman itu menembus sehingga membagi jiwa dan roh, bagian yang terdalam dari
manusia.” Dengan maksud, firman tidak meninggalkan apa pun yang
tersembunyi dari manusia. I Tesalonika 5:23, nampaknya bagian bukan
materi terdiri dari jiwa dan roh. Tekanan ayat ini adalah kesempurnaan
penyucian. Tidak ada tempat yang tersembunyi dari bagian non-materi
manusia yang tidak disucikan oleh Allah (Bdg. I Kor. 15:44; II Kor. 7:1;
I Pet. 2:11; Mark. 12:30; Ibr. 10:3).
2. Setara Namun Berbeda
Laki-laki dan perempuan
diciptakan Allah setara nanum berbeda, setara dalam keberadaan sebagai manusia,
berbedaan dalam keberadaan jenis kelamin (Kej. 1:27).
ü Dan
Allah menciptakan manusia menurut gambar-Nya.
ü Menurut
gambar Allah Ia menciptakan mereka.
ü Laki-laki
dan perempuan Ia menciptakan mereka.
Laki-laki dan perempuan
sama martabatnya di hadapan Allah sebagai manusia, sebelum maupun sesudah
kejatuhan (Kej. 5:2), sebagai penyandang gambar Allah.
ü Dan
menciptakan Allah manusia menurut gambar-Nya.
ü Menurut
gambar Allah Ia menciptakan dia.
Manusia,
laki-laki dan perempuan, diciptakan menurut gambar Allah dalam posisi setara
tanpa hierarki. Martabat manusia terletak dalam keberadaannya sebagai gambar
Allah. Kesetaraan laki-laki dan perempuan juga terlihat dalam ember yang
sama dari TUHAN untuk beranak cucu dan menguasai alam (Kej. 1:26, 28-29).
Laki-laki tidak diciptakan untuk berada di atas perempuan atau
sebaliknya. Sehingga sebenarnya kesertaan manusia (laki-laki dan
perempua) telah dimulai sejak manusia diciptakan, namun dalam perkembangan
sejarah hidup manusia, memberikan kesan bahwa derajat kaum perempuan
direndahkan.
3. Tujuan Penciptaan Manusia
1. Memiliki Hubungan Dengan Ciptaan Lain
Allah
tidak menciptakan manusia dari seekor binatang, tetapi dari debu tanah.
Penciptaan yang demikian dengan tegas menolak teori evolusi yang mengatakan
bahwa manusia berevolusi dari binatang hingga menjadi manusia. Manusia
terpisah dari binatang, tetapi menjadi bagian dari tatanan ciptaan, sehingga
relasi antara manusia dengan ciptaan yang lain mendapat penekanan penting dalam
Alkitab.[11]
Manusia yang diciptakan Allah memiliki dua aspek, yaitu debu tanah dan
meniupkan napas hidup ke dalamnya sehingga menyebabkan manusia menjadi makhluk
hidup. Ungkapan yang sama juga dikenakan kepada hewan (1:21, 24; 2:19),
tetapi hewan tidak diciptakan menurut gambar dan rupa Allah.[12]
Manusia yang dibentuk, baik Adam maupun Hawa adalah manusia yang dewasa (adam),
bukan melalui proses perkembangan menjadi dewasa. Kadang janji-janji Allah
dikaitkan dengan perjanjian yang diberikan dalam konteks tanah dan ibadah umat
Allah kadang berhubungan dengan bumi yang dihidupi. Ketika manusia
pertama kali jatuh dalam dosa, kutukan dikenakan kepada tanah (Kej. 3:17-18),
dosa mencemari negeri (Ul. 24:4). Setelah negeri dicemari oleh dosa, ia
memuntahkan penduduknya (Im. 18:25,28). Di pihak lain, Yerusalem menjadi ember
gunung TUHAN, di mana segala bangsa akan naik untuk beribadah kepada Allah
(Yes. 2:2-4). Saat itu, damai meliputi negeri, integritas umat akan
dipulihkan, dan singa akan berbaring dengan anak lembu (Yes. 11:6-9). Dunia
menjadi area kehidupan manusia yang dapat membahagiakan manusia, tetapi karena
dosa, dunia menjadi penjara bagi manusia.[13]
Adam,
manusia pertama, diberikan kuasa untuk menamai dan mengkategorikan semua jenis
binatang, akan tetapi tidak ada satu pun yang pantas berperan sebagai penolong
yang sepadan, “Manusia itu ember nama kepada segala ternak, kepada
burung-burung di udara dan kepada segala binatang hutan, tetapi baginya sendiri
ia tidak menjumpai penolong yang sepadan dengan dia” (Kej. 2:20). Memberi
nama adalah menempatkan dalam suatu rencana bagi segala sesuatu dan menujukkan
keunggulan Adam dari segala ciptaan yang lain. Memberi nama adalah kelanjutan
pekerjaan Allah yang dikerjakan oleh manusia. Dalam hal inilah manusia
memiliki relasi yang terikat dengan alam.[14]
2.3.
Gambar Allah Menyatakan Kepribadian[16]
Gambar
menyatakan keserupaan bentuk, yang menunjukkan bahwa bentuk luar manusia
mengambil bagian dari penggambaran Allah. Rupa menitikberatkan kepada kesamaan
daripada tiruan, sesuatu yang mirip dalam hal-hal yang tidak diketahui melalui
pancaindera. Dalam hal ini, manusia menjadi saksi kekuasaan Allah atas
ciptaan dan bertindak sebagai wakil penguasa. Dengan demikian, kekuasaan
manusia mencerminkan kekuasaan Allah sendiri atas ciptaan, yang melibatkan
kreativitas dan tanggung jawab manusia.
Gambar
Allah menunjuk kepada keberadaan manusia yang berkepribadian dan bertanggung
jawab di hadapan Allah, yang pantas mencerminkan Penciptanya dalam pekerjaan
yang ia lakukan, serta mengenal dan mengasihi Dia dalam segala perbuatan
mereka. Tubuh manusia dianggap sebagai sarana yang tepat untuk kehidupan
rohani. Allah menciptakan manusia dan mengenalnya (Mzr. 139:13-16),
memeliharanya (Ayub 10:12), dan menuntunnya menuju akhir hidupnya.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan
teks yang membedakan manusia dan Allah ialah manusia berkuasa atas segala
makhluk ciptaan Allah yang di bumi karena diberi kuasa oleh Allah sedangkan
Allah adalah pemilik kekuasaan tertinggi atas segala makhluk di bumi karena Dia
adalah sang pencipta. Jadi pada hakikatnya manusia merupakan cerminan dari
beberapa sifat Allah.
Tujuan
penciptaan manusia berdasarkan konteks Kejadian 1:26-28 yaitu manusia
diciptakan untuk berhubungan dengan ciptaan yang lain dan juga kepada sesama
manusia dimana Allah menghendaki manusia beranakcucu dan bertambah banyak
memenuhi bumi. Allah menciptakan manusia untuk memenuhi rencana-Nya dan seluruh
makhluk ciptaan-Nya memiliakan Dia.
Gambar
Allah yang ada pada manusia mencerminkan kepribadian Allah sebelum manusia jatuh
dalam dosa. Dan manusia yang diciptakan segambar Allah memiliki tanggung jawab
untuk menaklukkan segala ciptaan-Nya sebagai tanggung jawab atas kedaulatan
Allah sebagai wakilnya di muka bumi.
DAFTAR
PUSTAKA
Alkitab Terjemahan Baru. Jakarta:LAI, 2004.
Brill, J. Wesley. Dasar Yang Teguh.
Bandung:Kalam Hidup, 1998.
Djadi, Jeremia. Diktat Angelologi,
Antropologi, dan Hamartologi. Makassar:STT Jaffray Makassar, 2009.
Dyrness, William. Tema-Tema dalam Teologi
Perjanjian Lama. Malang: Gandum Mas, 2001.
Hoekema, Anthony A. Manusia: Ciptaan Menurut
Gambar Allah. Surabaya:Momentum, 2010.
Karman, Yonky. Bunga Rampai Teologi Perjanjian
Lama. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2007.
Maiaweng, Peniel. Diktat Teologi Perjanjian
Lama. Makassar:STT Jaffray Makassar, 2011.
Ryrie, Charles. Teologi Dasar 1. Yogyakarta:
Penerbit ANDI, 1992.
No comments:
Post a Comment